Thursday 27 November 2008

homogenic, echoes of the universe launching album

Homogenic sudah menjadi berkali-kali lipat lebih terkenal dibandingkan saat mereka mengeluarkan debut albumnya dahulu.trio ini sekarang sudah dapat membuat gedung dengan kapasitas seribu orang lebih menjadi penuh sesak untuk menyaksikan penampilan mereka.

Hari spesial bagi penggemar Homogenic, karena hari itu album kedua mereka dirilis oleh FFWD Records.

Dibuka oleh Soul Delays, sebuah band elektronika, yang penampilannya malam itu tidak terlalu spesial. Mungkin karena band baru, jadi masih perlu lebih banyak lagi pengalaman.

Dilanjutkan dengan Polyester Embassy, band noise indie rock yang lagi jadi bahan pembicaraan banyak orang, karena eksplorasi musiknya itu terasa begitu menghibur. Plus visual-visual yang menarik. Salah satu calon rilisan terbaru dari FFWD Records

Dan malam semakin larut, sudah saatnya Homogenic tampil. Risa, Dina dan Dea plus satu backing vokal wanita. Dengan wardrobe, make up dan hairstyle yang dilakukan dengan serius, membawakakan lagu lagu dari album terbaru mereka dan beberapa lagu dari album lama. Salah satu yang terasa begitu menonjol adalah lagu ?Trust? dari The Cure. Menghadirkan vokal tamu Cetra dari Silent Sun.

Malam menjadi lebih sempurna dengan after partynya di TRL Bar. Bersama Niang, Eric dan Egga.

Photos by Ryan Koesuma

Homgen 1 Homgen 2 Homgen 3 Homgen 4 Homgen 5 Homgen 6 Homgen 7 Homgen 8 Homgen 9 Homgen 10 Homgen 11 Homgen 12 Homgen 13 Homgen 14 Homgen 15 Homgen 16

music

musik bagi saya adalah salah satu elemen penting dlm kehidupan. ga bs saya bayangin klo di dunia sm sekali ga ada musik, musik adalah salah satu hal yg menyeimbangkan hidup saya. saya mendengar musik layaknya sperti soundtrack dlm hidup saya. indie music adalah 4ever music i liked...

merasa senang saya biasa mendengarkan lagu2nya weezer, the stone roses,the lightning seeds,etc..merasa sedih,galau,kalut,ingin melamun,atau marah, saya mendengarkan lagu2 band shoegaze/dreampop/postrock/britpop/alternative sprti cocteu twins,slowdive,the milo,sugarstar,explosion in the sky,sigur ros,mew,radiohead,smashing pumpkins,oasis,etc..merasa jatuh cinta,kgn seseorang,dan nikmatin indahnya apa yg org blg pacaran ato cinta,ataupun patah hati(hahay), saya mendengarkan, everlasting love nya club 8,pictures of u nya the cure,me & u song nya the wannadies, me & u vs the world nya space,apart n romantic purple nya the milo, lagu2nya mocca,etc...

salah satu hal yg menyebabkan saya membuat band indie dan bnyak mendengar lagu2 band2 indie adalah kejujuran..bagi saya, indie adalah musik jg penuh dgn kejujuran, bebas ekspresi,bebas berkreativitas,tanpa ada tekanan..tdk sprti band2 major yg tentu membuat lagu penuh dngan tekanan,batas2an, karena ingin laku, atau krn tekanan dr label,hahay..mungkin kah mereka ( band2 major ) memainkan musik hanya mementingkan kuping org lain, tanpa mempedulikan bgmn perasaan mrk saat memainkan lagu itu?ah, terserah band2 itu lah saya tdk perduli...

jd, coz hal itu, bagi saya bermusik adalah slh 1 hal yg menyeimbangkan hidup,jgn pernah mau kaya krena bermusik,krn buat saya hal itu lah yg membuang semua idealisme saya dlm bermusik..nikmatin dan mainkan musik karena sebuah kejujuran, kenyamanan, keindahan di hati, pikiran, otak kita dlm mengapresiasikan sesuatu yg ada di diri kita...

cheers

astrolab



Please meet Astrolab, the latest breakthrough in Bandung’s indiepop scene. It’s Dany Badra, Rangga Kuntara, Andri Diana, Ibnu Hafidz Alim, and Yoki Adhitama.




Hello would you mind to share the readers brief story about the bandung music scenes from your point of view?
It has been better prefer to few years ago in bandung. Our music expression and appreciation is now better, also there are a lot of gigs that support music scene in bandung.

tell us a lil bit more about the band background?
Friendship since junior high school and similarities in music.

What is Your current activities?
Study, work and play.

A brief astrolab description?
It’s about nature and life filled with ocean, sky, clouds and space.

Influences?
Dany Badra : Blueboy, The Pastels

Rangga Kuntara : Postcard Records, The Subway Organization 1986-1989, C86, Sarah Records, The Smiths, Felt, Mike Oldfield

Andri Diana : The Ocean Blue, St. Christopher, Morrissey, The Dears

Ibnu H.A.: The Human League, New Order, Joy Division, Marc Almond, Kate Bush

Yoki Adithama : The Hit Parade, Strawberry Switchblade, The Organ, Lovejoy, Altered Images

Future Plans?
Being productive and mature in music.
Make better social relationship

What is Top Five Songs on your play list?
Badra :
01. Cloud babies (blueboy)
02. Killjoy (Brighter)
03. His London (Beaumont)
04. Boy Meets World (Action Painting!)
05. Slow Soft Sighs (Trembling Blue Stars)

Rangga :
01. Can’t You Tell It’s True¿ (Another Sunny Day)
02. The Sea Is So Quite (Trembling Blue Stars)
03. Vasco Da Gama (Felt)
04. Everglades (The Sea Urchins)
05. Girl Afraid (The Smiths)

Andri :
01. Antinature (McCarthy)
02. Pink Champange (Arabesque)
03. Barbarism Begins At Home (The Smiths)
04. Air (The Owls)
05. The Cold Swedish Winter (Jens Lekman)

Ibnu :
01. Heart like a wheel (The Human League)
02. My Hand Over My Heart (Marc Almond)
03. To France (Mike Oldfield)
04. Here is the House (Depeche Mode)
05. You Deserve More Than A Maybe (St. Christopher)

Yoki :
01. Mercury (The Ocean Blue)
02. Save A Prayer (Duran-Duran)
03. Who Knows What Love Is (Strawberry Switchblade)
04. Climbing (The Sweetest Ache)
05. Your Arms Around Me (Jens Lekman)

Any good Underrated bands you can recommend our readers?
Sunny Summer Day, Twisterella, Sunday Night Joy, Faction, Abadkatrowave, EmbarkasihPitaloka, Just A joke.


Photobucket

Setelah beberapa tahun berkeliaran di berbagai event dan menyebarkan melodi indie pop yang membuat banyak penggemar mereka mulai mendengarkan koleksi diskografi dari Sarah Records, Shelflife Records dan menyimak berbagai lirik Blue Boy dan turut berduka cita saat Keith Girdler wafat.

Astrolab sekarang telah menyelesaikan sebuah album berjudul Blue Thread Saga untuk melengkapi diskografi para indie-pop boys and girls, mengisi kekosongan setelah Matt Haynes yang sudah lama tidak menambah rilisan untuk record label miliknya.

Aransemen mereka begitu meruang dan sureal a’la band-band dreampop ataupun shoegaze, dengan pengolahan bunyi instrument yang lembut seperti mengisi ruang kosong dalam pikiran. Dengan manajemen emosi yang tidak membuat terlalu ‘tenggelam’ maupun terlalu ‘tinggi’ dapat dikatakan album ini cocok untuk kamu yang sedang drowned untuk sedikit menstabilkan kembali suasana mood. dan jika kamu tidak suka mood bahagia yang berlebih, dapat juga menggunakan album ini untuk menurunkan kadar mood, untuk kembali berada dalam posisi mood stabil.

Namun bagi beberapa orang, keadaan mood stabil itu dapat diartikan lain, menjadi ‘mood gantung’ sebagai sebuah hal yang tidak memiliki ekspresi ataupun karakter yang membosankan.

Keadaan ‘mood gantung’ ini kemungkinan disebabkan oleh kurang memadainya fasilitas rekaman dan sound engineering yang kurang bisa maksimal. Membuat beberapa bagian yang berpotensi memberikan ruang sureal yang luas menjadi datar seperti dibatasi tembok. Akan membutuhkan waktu lama untuk menjelaskan mengenai hal ini maka itu saya tidak berminat menjelaskan secara detail kepada kamu. Kecuali bahwa mereka membutuhkan sarana studio dan produser yang lebih oke daripada sekarang.

Walaupun begitu, jika kamu memang pendengar akut Sarah Records, Shinkansen, Shelflife dan records indiepop lainnya. Akan sangat baik kalau kamu pun mengkoleksi rilisan Maritime Records ini. Karena siapa tahu, dengan dukungan kamu membeli album ini, mereka akan dapat memberikan kualitas yang jauh lebih baik dikemudian hari.

Sweaters: Konser Launching Written Like Postcards

(diambil dari press release yang tersebar dimana-mana)
Pada tanggal 22 Februari 2008, band indiepop asal Jakarta, Sweaters,
akan menggelar konser peluncuran rilisan baru mereka, Written Like
Postcards di Aksara Kemang, Jakarta Selatan.

Album Written Like Postcards sendiri sudah dirilis secara resmi satu
minggu sebelumnya pada tanggal 16 Februari 2008. Album ini memuat
beberapa karya lama Sweaters (kala itu mereka masih menggunakan nama
The Sweaters) dan sejumlah materi baru yang direkam dengan formasi
baru band. Album ini dirilis secara terbatas dalam edisi cd terbatas
dan dilengkapi dengan nomor sebanyak tiga ratus keping. Album ini
dirilis oleh label indiepop asal Jakarta, Lovely Records.

Written Like Postcards adalah penanda diakhirinya satu babak lama
dalam karir musikal Sweaters. Saat ini, dengan line up baru, band
sedang mempersiapkan sejumlah materi baru mereka.

Mereka akan memainkan lebih dari sepuluh buah lagu dalam konser ini.

“Konser ini juga sebagai pengingat untuk mereka yang mungkin sudah
lupa adanya Sweaters. Dan sebagai sapaan `Senang berjumpa’ untuk
pendengar baru Sweaters nantinya. Kami ingin acara nanti menjadi momen
yang sangat memorable. Nggak hanya untuk kita tapi juga untuk mereka
yang sudah datang ke acara launching nanti,” tutur Zulner M
Nourradine, gitaris Sweaters tentang harapannya terhadap konser
launching nanti.

Turut bermain pada acara ini adalah Annemarie, New Ride, dan Dzeek.
Acara akan dimulai pada pukul 18.30 dan gratis terbuka untuk umum.
Jangan lupa bawa uang lebih untuk membeli rekaman Sweaters dan
merchandise mereka.

Album Written Like Postcards hanya dicetak sebanyak tiga ratus keping
dan diberi nomor eksklusif pada masing-masing kopinya. Dapatkan segera.

Sebarkan berita ini dan sampai jumpa! (pelukislangit)

Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi:

ost for your habitually..

1. pagi pagi :
- so here we are, by bloc party

2.saat menuju kampus :
- pictures of you, by the cure
- for all the dreams that wings could fly, by the milo
- 1979, by smashing pumpkins
- kuning (kalo lagi panas2an), by rumahsakit
- ( ) untitled ( ),by sigur ros
- pure, by the lightning seeds

3. saat di kampus :
- lagu band gw, elka..judulnya lullaby
- lagu2 the milo
- lagu2 band2 indie/britpop/shoegaze macem pure saturday, space, sugarstar, belladona, morrissey, the adams,WSATCC,weezer,asobi seksu,mono,explosion in the sky,dll...

4. pulang kuliah :
- lagu2 yg adem kaya club8,sigur ros,the cure,slowdive,cocteu twins,hammock,dll..

5. mo tidur :
- picture of you, trust, by the cure
- lolita,sianida,apart,romantic purple, by the milo

how's bout u?

santa monica


As you all may already now, one of Jakarta’s new promising electronic indiepop act, Santamonica, is going to release their debut album entitled Curiouser and Curiouser next month. They have been releasing radio singles, Wanderlust and The Boy (which only comes with the limited edition package), and now their releasing another single for digital download with us, Tinkerwish.



Some Q&As with Deathrockstar

Hello, how are you guys? What are Santamonica up to lately?
Hi, we’re doing just fantastic. We’re busy doing interviews for magazines, radios, and shooting for our first clip ‘Wanderlust’.

Can you tell you the story behind the pre-order version for your upcoming album?
For the special edition album, you’ll get additional 8 reworked B-sides that won’t available anywhere else, not in the previous album, compilations, or future albums. The CD will also have unique alternative packaging than the regular one. There are also videos and other extras there too, so you know that it will be special. We have released the single ‘The Boy’ on radios for listeners to get a taste of what we had in this special edition album.

Why did you choose the title ‘Curiouser and Curiouser’? Did you find it a bit hard to spell (especially with the Indonesian tonque)?
We took the name ‘Curiouser and Curiouser’ from Alice in Wonderland. In chapter Two, when Alice was following the white rabbit into the tunnel, she was so excited, surprised and confused at the same time, she started crying ‘curiouser and curiouser’, although she knows that there’s no such word as curiouser. I guess the word Curiouser describes our album perfectly.



How would you assure those who had been pre-ordering and paying full up front n their expectations?
It would be impossible to describe Santamonica music in this album. You need to experience it by yourself. It will be nothing that you ever heard from other bands in this country, we know that for sure.

Have you been working on a videoclip for your single?
Now we’re preparing to shoot our first video, ‘Wanderlust’ which is also the first single of the album. It will be directed by newcomer Dibyo Kusumo with help from famed director Anton Ismael. It will be surreal and awesome, we promise you!

Any last words?
Believe in yourself, don’t believe the fad

Photobucket

About Santamonica

santamonica2 In 2001, when Joseph Saryuf returned home to Jakarta after studying in Hamburg, Germany, he decided to become a full-time musician; starting to compose songs for his own music project and working as a freelance music director for various production houses in Jakarta. Not long after that, Joseph met Anindita, a fashion editor and freelance illustrator, and decided to form a duo based on their similar taste in music and their love for analog sounds.

They also took part in two compilation albums, Pop Shower (2003, Quince Records Japan) and Todays Of Yesterday (2005, Bad Sectors Records). Recently, Anindita also contributed in the latest album from shoegaze veteran, Loveliescrushing, which will be released sometime in 2007.

In September 2005, Santamonica finally released their first EP titled ‘189′ to stamp their name in the local music scene and as a warm up prior to the release of the bands full-length album. The EP includes three songs ‘Please Say Yes’, ‘Sought and Found’, and ‘Serenade of Yellow Park’ which have a more acoustic, warm feeling than the songs in their upcoming debut album.

Other than the release of ‘189′ EP, they have played in many respectable gigs around Jakarta and Bandung, such as PL Fair, La Voila, and Indonesia’s biggest music festival: Soundrenaline, along with the country’s top bands and performers. From their ninceptions, they have gathered fans both locally and overseas, thanks to their unique sound, dynamic live performance and exposures from websites like
Myspace, Tweenet, etc.

After two years of waiting, Santamonica’s full-length debut ‘Curiouser and Curiouser’, will be released in Indonesia, this October 2007, under Sinjitos Records (Joseph’s own records label). This album is a follow-up to the band’s EP ‘189′ which was already sold out (1,000 copies in limited release).

cover In this album, Santamonica has shifted its musical direction from their patented bossa nova and indiepop sounds into an eclectic mixture of electropop, modern jazz, and progressive rock while their musical roots still remain intact. They described their new sound as the musical version of a trip down to Alice in Wonderland; listeners can expect a roller coaster of musical journey accompanied with the band’s trademark whimsical sounds. “The whole experience when listening to our music is quite eerie, yet I think it (our music) also possesses a beautiful quality in it” explains vocalist, Anindita, in one of the local radio interview.

Wanderlust, their first single, were inspired from French electropop with a strong touch of analog sound, unique synth-bass rhytm which visualizes velocity in suspended animation, whispering vocals as instruments and an adrenalin-rushing climax toward the ending.

The recording itself was an endless experiments, such as mic positioned between guitar amps with different tremolo rates for the electric organ, mixer-direct keyboard amps for the fuzzy-noised guitar sounds, and harmonies from a combination of 4 distinct type of mics sampled with guitar frequencies to produce the eerie vocals.

BAND MEMBERS
santamonica1 Name : Joseph Saryuf (Guitar, vocals, synthesizers, sampling and drums)
D.O.B : 24 July 1980
Likes : Photography, Heroes and composing music
Dislikes : Soap opera actors
Influences : My Bloody Valentine, Blonde Redhead, Broadcast. Yo La Tengo

Name : Anindita Saryuf (Vocals, synthesizer, lyrics)
D.O.B : 17 November 1979
Likes : Kooky fashion, lomography, Nancy Drew PC Games
Dislikes : Cold coffee, models who have B.O and attitude problem
Influences : The Carpenters, Astrud Gilberto, Pale Saints, Stereolab

pure saturday the best of..(time for a change,time for a move on)

Tak ada perpisahan yang tidak menyakitkan. Tapi buat Pure Saturday (PS) band asal Bandung ini, perpisahan itu dijadikan satu moment yang cukup langka. Dimana seluruh personil PS, Ade Purnama (Bass), Arief Hamdani (Guitar), Adhitya Ardinugraha (Guitar), dan Yudhistira Ardinugraha (Drum), andil secara penuh dalam menggarap album The best Pure Saturday, Termasuk dua orang vokalis lamanya , Suar dan Iyo.

Album yang diproduseri oleh Agus Sasongko dan akan direlease oleh Lil’Fish Records ini belum tentu akan berjudul The Best Of. Walaupun Isinya memang lagu-lagu terbaik Pure Saturday. Kenapa?

“Album terbaik ini merupakan album perjalanan Kami bersama Suar dan Iyo. Bisa dibilang, ini adalah album terakhir kebersamaan Kami dengan keduanya,” ujar Ade.

Album The Best PS yang rencananya akan berisi 12 lagu ini, selain berisi lagu-lagu lama PS dari tiga album sebelumnya, juga berisi dua buah lagu baru. Salah satunya yang juga akan dijadikan single pertama adalah yang berjudul “SPOKEN”. Lagu ini terasa unik, karena lagu ini dibawakan secara duet oleh Iyo dan Suar. Dua vokalis yang sudah tidak lagi bergabung dengan PS.

“Awalnya lagu ini mau dibawakan oleh vokalis baru PS, tapi karena ini album the best, rasanya lebih pas dibawakan oleh Mereka berdua. Lebih terasa nostalgianya jika dibawakan oleh Mereka berdua. Jadi terasa lengkap album episode terakhir Kami bersama Suar dan Iyo”, tutur Ade.

Konsep musik di lagu ini, menurut Ade, berubah total. Dan secara komposisi juga bisa dibilang baru buat PS. Namun PS tetap mengedepankan musik yang menjadi ciri khas PS selama ini.

“Untuk vocal dan rif gitar, masih sama seperti PS yang dulu,” tambah Ade.

Sementara lagu-lagu yang lain, seperti Kosong, Silence, Buka, Labirin, Bangku Taman, Elora, Nyala, dll di arransement ulang.

“Biar terdengar lebih fresh,” ungkap Ade.

PURE SATURDAY adalah salah satu band berbakat asal kota kembang Bandung. Resminya berdiri pada tahun 1994. Band ini terbentuk dari keisengan para personilnya yang ketika itu sedang menunggu hasil UMPTN. Tapi ternyata keisengan itu berbuah kecocokan dan menghasilkan lagu-lagu yang cukup kreatif. Sampai akhirnya Mereka ikutan Festival Musik Unplugged (Tahun 1994).

Lewat lagu “Enough”, PS berhasil menjuarai festival musik unplugged se-Jawa dan DKI. Kemenangan ini tentunya membawa semangat yang tinggi untuk terus berkiprah di dunia musik Indonesia. Semangat tinggi ini menelorkan karya-karya yang dahsyat, yang kemudian Mereka rekam di album “Pure Saturday” yang mereka jual melalui jalur indie, lewat bantuan sebuah majalah musik di Jakarta dan setelah berhasil menjual sebanyak 700 kopi, pihak Ceepee Production berminat untuk membantu pendistribusian lebih menyeluruh ke seluruh Indonesia.

Album yang menelurkan hits Kosong, Silence, a song, Desire, Simple, Enough, Open Wide dan Coklat ini membuat Mereka memiliki fans yang cukup fanatic, hingga sekarang. Apalagi musik Mereka membawa kesegaran sendiri diantara hiruk pikuk musik pop yang merajai musik di tanah air. ”Keinginan Kami memang ingin tampil berbeda dari yang lain. Dan bersyukur masyarakat menerima dan mengakui keberadaan Kami,” ujar Ade.

Bisa dibilang musik PS banyak dipengaruhi dari grup-grup asal Inggris seperti The Cure, Ride, My Bloody Valentine, Wonder Stuff dan lain-lain. Sebenarnya menapaki jalur indie merupakan satu strategi, selain agar dikenal publik lebih luas juga agar lebih bebas berekspresi.

”Kalau kita sudah mengeluarkan album indie, produser tidak bisa seenaknya lagi menyuruh kita ganti warna musik, karena sebelumnya kita sudah punya fans sendiri, Fans club nya namanya Pure people” papar Udhie.

Namun di tahun 1999, ditengah kesibukan kuliah, PS menandatangani kontrak dengan Aquarius Musikindo. Lalu lahirlah album “Utopia”. Kesibukan para personil di luar musik, membuat PS harus vakum, Yang kemudian disusul pengunduran diri Suar para tahun 2004. Kemudian Posisi Suar digantikan oleh sang manajer, Iyo.

Bersama Iyo, pada Maret 2005, PS kembali hadir dengan album ketiganya yang berjudul “ELORA”. Namun sayang, di penghujung tahun 2006, Iyo mengundurkan diri. Dan sampai saat ini, PS masih melakukan audisi untuk menemukan vokalis yang pas. Walaupun telah memiliki beberapa kandidat, tapi pencarian untuk menemukan yang terbaik butuh waktu agak panjang.

Sementara menunggu vokalis baru, di tahun 2007 ini, PS merilis album The Best yang rencananya singlenya akan diluncurkan secara digital pada bulan April terlebih dahulu lewat www.Nexxg.com yang kemudian album terbaik PS nya sendiri ini akan dirilis pada bulai Juni 2007. Kita lihat saja apakah dengan hadirnya Agus Sasongko sebagai produser album ini, maka Pure Saturday akan memberikan kejutan kejutan baru yang berbeda dari band lainnya? Well…You Decide !! (Aya)

PURE SATURDAY :
Ade Purnama - Bass
Arief Hamdani - Guitar
Adhitya Ardinugraha - Guitar
Yudhistira Ardinugraha - Drum

Discografi :
1996 Pure Saturday Indie
1999 Utopia Pops Musik/Aquarius
2005 Elora Fast Forward Records
2007 ……………. Lil’fish Records

Published by

everybody loves irene 2nd album



Ini adalah album kedua dari Everybody Loves Irene (ELI), mereka dikenal karena gerilya-nya mempublikasikan sebuah band trip-hop-pop-indonesia nya ini di berbagai media dan berbagai cara, experiment yang cukup berani, hal tersebut telah membuat mereka menjadi salah satu band Indonesia di Myspace yang paling banyak diakses, dan menjadi band ungulan di Channel [V] Amp.

Masih Portishead-esque, tetapi rasanya mereka sudah lebih mengetahui bentuk dan arah musik ELI sendiri dibandingkan album pertama, walaupun masih ‘berusaha’ menjadi gloomy. Yang menyebabkan mereka masih menjadi Portishead KW-3, rasanya sayang juga.

Saya kurang tahu dari mana mereka mendapatkan referensi penulisan lirik, yang berusaha menjadi ‘puitis’ dan ‘dalam’ ini, tapi saya merasa kasihan juga “…Let’s make out, but please don’t get to fast, we can make it hard, blood in a rush…” . Lirik-lirik lucu lainnya bisa kalian baca sendiri kalau sudah memiliki CD ini.

The point is… mereka mendapat berbagai macam pujian karena eksistensi mereka di internet, terobosan marketing dan coverage media lainnya, bukankah sudah saatnya mereka berhenti ‘berusaha’ menjadi Portishead, dan mulai membentuk karakter sendiri, sehingga mungkin dikemudian hari mereka akan mulai dipuji karena eksplorasi dan terobosan di musiknya.

Ps : saya suka lagu “Rindu”, hasil daur ulang lagu dari “Planetbumi”, yang tampaknya bahasa Indonesia memang lebih cocok untuk karakter vokal Irine.

innocenti launching album















Innocenti Launching Party

Tepuk tangan Untuk Masa Lalu dan Masa Depan

Innocenti yang satu ini bukan perusahaan penghasil skuter, melainkan band yang personilnya memang penggemar skuter, dan memainkan sound Mod Revival.

Lalu apa gerangan mod revival itu? Hikayat bercerita tentang sebuah zaman yang indah di Inggris pada tahun 1960-an saat band-band seperti The Who atau Small Faces, The Kinks menjadi idola anak-anak muda berdandanan rapi yang disebut Mod, yang menganggap musik band-band tersebut sebagai sesuatu yang sangat modern dan keren.

Pada tahun 1970 an, musik ‘modern’ tersebut dibangkitkan kembali oleh The Jam, Secret Affair, Purple Hearts disinilah era Revival pun terjadi. Dan bahkan sampai saat ini pun kita bisa melihat pengaruh mod dalam band-band Britpop seperti Oasis atau The Ordinary Boys.

Pada tanggal 11 Oktober di Cikago Café kemarin, tepuk tangan pun kembali membahana untuk kejayaan mod, dengan diluncurkannya album pertama Innocenti: The Journey of Mr. Who?’. Album berisi 10 lagu yang segar ini merupakan hasil kerja keras kelima personilnya selama setahun lebih.

Photobucket


Selain Innocenti, event ini juga dimeriahkan oleh Planet Bumi, Overcast, Karon N Roll, Es Coret, The Porno, Derai Maksimal serta DJ Dubsetter dan DJ Aldi. Masing-masing band dan musisi memiliki sound yang khas, hingga event ini berlangsung secara dinamis dan tidak membosankan. Sebut saja Es Coret dengan Ska nya, atau Planet Bumi dengan jangle-rock khas The Smiths.

Event ini berlangsung dari jam tujuh malam dan berakhir sekitar jam sebelas malam, ditutup dengan pesta dansa ska bersama ditemani alunan piringan hitam dari para DJ.

Tentu saja jejeran skuter seperti vespa dan lambretta yang cantik sigap memenuhi pelataran parkir Cikago Café malam itu, dan jangan heran pula bila Anda melihat banyak yang ngotot memakai jas parka khas mod di tengah udara panas Jakarta.

Kehadiran Innocenti di scene musik Indonesia mungkin menggali dari masa lalu, namun warna yang mereka sumbangkan patut disambut dengan hangat, karena ‘modern’ ternyata tidak terikat oleh masa.


(ipung nawan)

Wednesday 26 November 2008

planetbumi

salah satu band favorit saya saat menikmati masa2 britpop invasion, melihat penampilan mereka di poster,gueni,m2000,nirvana,parc..all around indie gig's..kdg2 saya sgt kngen dgn masa2 itu..rambut berpolem,baju garis2 lengan panjang,celana lurus se mata kaki,dgn padanan doc mart atau sepatu2 canvas,hehehe...it's about my favorite indie band,planet bumi..here they are...

Berawal dari sering kumpul bareng maka kepikir untuk bembentuk sebuah band, maka berdirilah planetbumi dengan formasi : nyoman (vokal & gitar akustik), ekky (elektrik gitar), molly (bass) dan helmi (drums) pada sekitar awal 1996. Mereka mulai manggung dari acara-acara underground setempat bersama-sama band underground lainnya. Tapi sepertinya planetbumi kurang puas dengan musik-musik yang mereka buat, katanya kurang rame !! Maka direkrutlah aroel sekitar bulan Juni 1996. Setelah itu planetbumi mulai merekam lagu-lagu mereka yang dijadikan album independent berjudul "1945". Kemudian mencoba menawarkan kepada produser rekaman dan diedarkan secara gerilya dari tangan ke tangan. Sekitar bulan November 1996 masuklah aldy karena memang sepertinya planetbumi butuh seorang pemain keyboard untuk memperkaya musik mereka. Sekitar awal 1997 planetbumi masuk dapur rekaman major label (musica studio) karena kontrak mereka tembus. Bersamaan dengan itu lagu demo "Rindu" yang kerap mereka kirimkan ke radio Prambors pun mulai sering diputar, malah sempat bertahan di posisi jawara selama 2 pekan di jenjang lagu indolapan. Tapi ternyata planetbumi hanya dimasukkan ke dalam album kompilasi musica berjudul "Pesta Group" dan hanya menyumbang dua lagu saja. Agaknya anak-anak planetbumi kurang puas dengan itu, maka dibuatlah indendent album berjudul "independent" dan diedarkan melalui tangan ke tangan juga seperti halnya "1945" karena mereka ingin juga memperkenalkan lagu-lagu karya mereka yang lain kepada masyarakat. Setelah itu mereka pun kembali memasukkan satu lagu demo mereka berjudul "Suci Pun Tertawa" ke radio Prambors dan ternyata sempat jadi jawara di jenjang lagu-lagu independent "IndieLapan".

oiya..belum lama..setahun atau 2 tahun yg lalu saya lupa, hehe..meraka ngeluarin debut album lagi, dgn tambahan personil aroel (gitar)..dan drumer lama mrk akhirnya kembali menjadi drumer mrk skrg..dan ada jg keyboardis baru (saya lupa namanya) yg menggantikan dian (shakadiva)...nama album mrk skrg "working class zero"..saat show debut album terbaru mereka ini, saya trut menyaksikan ROOM V!!!!!hahahay...duh,kngen bgt ma band ini...bin harlan dkk,anda terlihat muda kembali sperti dulu klo lg mnggung...mkanya sring2 manggung lagi dunk...akhirnya bs "the cure"an hahahay....

go planet bumi..save the earth planet :)

Photobucket

Kubik





Kubik
berdiri sejak tahun 1995, dengan formasi Lusimers (bas, vokal), FX. Adam J. (gitar, vokal), dan Iman (drums). Pada awalnya ada satu personil lagi yaitu Vict yang menjadi vokalis tetapi akhirnya harus mengundurkan diri karena kepindahannya ke kota lain untuk meneruskan studinya, maka dari itu posisi vokalis diambil alih oleh Lusimers dan FX.Adam.J. Semenjak itu mereka terus bereksperimen dan membuat lagu di studio milik Iman, sampai terkumpul sekitar 20 lagu, yang akhirnya dirangkum menjadi 10 lagu.\

Mereka merilis album pertama pada tahun 1997, di bawah perusahaan rekaman Target Pro & Musitama Multimedia, sebuah perusahaan rekaman baru tapi memiliki jaringan distribusi nasional. Padahal pada awalnya mereka hanya memperdengarkan demo mereka tersebut kepada seorang rekan tetapi rupanya mereka langsung ditawari kontrak rekaman untuk 3 buah album. Album pertama tersebut berhasil terjual sekitar 45.000 keping, suatu hasil yang cukup memuaskan untuk ukuran band baru.

Pada tahun 1999 album kedua mereka yang bertitel “Violet” dirilis dan masih di bawah perusahaan rekaman yang sama. Album kedua yang berisi 2 buah lagu baru dan hasil remix dari beberapa materi dari album pertama tersebut, diproduksi oleh Koil, sebuah band industrial asal Bandung yang merupakan teman seperjuangan mereka. Semenjak album kedua, formasi Kubik hanya tinggal berdua setelah Iman resmi mengundurkan diri pada tahun 1998. Setelah memproduksi album “Violet”, FX.Adam.J pun harus hijrah ke Amerika untuk bekerja disana selama 2 tahun. Pada saat itu dia pun sempat memperoleh pendidikan “Music Production dan Audio Engineering” di Institute of Audio Research, NYC.

Dan Kubik pun harus vakum dulu untuk sementara. Pada saat itu waktu yang dipergunakan lebih banyak untuk mengumpulkan materi lagu untuk album ketiga. Selama kurun waktu 2 tahun, FX.Adam.J telah mengkomposisi sebanyak 30 buah lagu, sepulangnya dari Amerika lantas Kubik pun aktif kembali, dan proses rekaman dimulai sejak tahun 2001 dan baru berakhir pada akhir tahun 2003.


album baru mereka yang diberi judul “Velvet words and lies” diproduksi oleh mereka sendiri dan dirilis di bawah label Apocalypse Rekords, sebuah label rekaman independen milik FX.Adam.J dan J.A.V yang telah merilis album-album dari Koil, Silent Sun, Pause, Diabolique, Moondogs dan Pseudo.

Mocca

Mocca adalah kelompok musik indie asal bandung. Grup ini beranggotakan Riko Prayitno (gitar), Arina Ephipania (vokal dan flute), Achmad Pratama (bass), dan Indra Massad (drum).

Pada mulanya Arina dan Riko merupakan teman satu kampus di IPB. Mereka tergabung dalam sebuah band kampus tahun 1997-an. Karena tidak cocok dengan anggota yang lain, Arina dan Riko pun sepakat mendirikan "Mocca". Dua tahun kemudian mereka bertemu dengan Indra dan Toma. Indra dan Toma merupakan teman satu kampus, mereka belajar desain produk di Bandung dan masuk ke Mocca pada waktu yang sama.

Mocca pertama kali mucul dalam kompilasi Delicatessen (2002), dan langsung merebut hati penggemar.

Satu tahun kemudian mereka mengeluarkan debut album mereka "my diary" (2003) dengan label indie "FFWD". Album ini meldak di pasaran. Lagu-lagu seperti "Secret Admirer" dan "Me and My Boyfriend" menjadi hits di mana-mana. Video klip "Me and My Boyfriend" mendapat penghargaan sebagai "best video of the year" versi MTV Penghargan Musik Indonesia 2003.

Bahkan mereka menandatangani kontrak dengan salah satu indie records di jepang, Excellent Records, untuk mengisi satu lagu dalam album yang format rilisannya adalah kompilasi book set (3 Set) yang berjudul "Pop Renaisance". Ada 3 disc yang diedarkan di Jepang dan Mocca berada di disc no. 2 dengan lagu "Twist Me Arround".

Lagu-lagu Mocca sendiri menggunakan bahasa Inggris dengan alasan memudahkan penulisan syair serta kesesuaian dengan warna lagu pop dengan sentuhan swing jazz, twee pop, dan suasana ala 60-an.

Mocca kembali merilis album kedua mereka tahun 2005 bertajuk "friends" masih dibawah label indie, Fast Forward Record. Dalam album ini Mocca tidak tampil sendirian. Mereka menggaet dua musisi andal untuk memperkaya musik mereka. Dari dalam negeri, mereka menghadirkan bob tutopoli untuk mengisi suara dalam lagu "This Conversation" dan lagu yang khusus dibuat untuknya, "Swing It Bob". Mereka juga berduet dengan musisi asal swedia Club 8. Bersama duo asal Swedia ini, Johan dan Karolina Komstedt, Mocca membawakan lagu "I Would Never".

Karier Mocca semakin menanjak. Tak hanya di dalam negeri, mereka mengembangkan sayap ke Asia. Singapura, Malaysia, Thailand, dan Jepang telah menikmati album mereka.

Mocca juga terlibat dalam pembuatan lagu soundtrack. Kuartet ini pernah mengerjakan soundtrack film karya hanung b. " catatan akhir sekolah" dan soundtrack sinetron TV "Fairish the Series".

Mocca juga membuat sebuah mini album berisi 6 lagu, 2 di antaranya berbahasa Indonesia. Mini album ini sebelumnya berjudul "Sunday Afternoon", tapi dirilis dengan judul "Untuk Rena". Mocca terinspirasi naskah cerita film anak-anak berjudul "untuk rena". Mocca tak hanya mendapat inspirasi. Mereka juga mendapat kesempatan untuk memasukkan "Happy!" dan "Sebelum Kau Tidur" sebagai soundtrack film garapan riri riza itu.

Tahun 2007, Mocca mengeluarkan album ketiga mereka,"colours". Album ini memuat materi baru, termasuk 2 cover song yaitu “Hyperballad” (bjork) dan “Sing”(the carpenters) serta sebuah kolaborasi dengan Pelle Carlberg (Edson) yang kemarin sempat menjadi tamu di LA Light IndieFest, dalam lagu “Let Me Go”.

Brit-pop invasion brings fame to local groups




There is nothing new under the sun and there is nothing original in music.

Even pioneering acts such as The Rolling Stones, The Beatles and Led Zeppelin could not claim originality in their works.

Taking their cues from blues, the English groups turned rudiments of the American-born genre into a "white" music by emphasizing the epic refrains of the call and response, speeding up the rhythm guitars, enhancing the organ arrangements and adding vocal harmony.

Image Hosting by Picoodle.com

With such a formula, blues-oriented groups took the world by storm in what was universally known as the British Invasion.

Indonesia's music scene was not spared the invasion and among the first group to absorb influences from the English bands, the Beatles in particular, was Koes Plus.

Building their sound from a template created by the Liverpudlian quartet, Koes Plus, four brothers from Surabaya, East Java, penned hundreds songs that brimmed the Beatles sunny and catchy melodies, incisive guitar solos and concise lyrics.

Koes Plus later grew to become one of the country's biggest bands until today.

The band even scored a number one hit, Why Do You Love Me in neighboring countries, including Australia.

Their inclination toward the Beatles, however, landed members of the band into legal problems.

The government of president Sukarno, which launched a campaign against all western influences, considered the band as promoting decadent foreign culture and sent band members to jail.

Against all odds, the band strived even after the demise of the Beatles.

The demise of the Beatles paved the way for a legion of bands that would later create an even bigger sensation, such as Led Zeppelin, Black Sabbath and Deep Purple.

The guitar-oriented sounds from the band quickly inspired thousands of young people in Indonesia to form their own bands.

Of the three bands, it was Deep Purple who apparently made the biggest influence on bands here.

Dozens of Deep Purple-sounding bands thrived after the hard rock band staged their gigs in Jakarta on Dec. 5 and Dec. 6, 1975.

The sounds of Ritchie Blackmore's bluesy guitar and Jon Lord's otherworldly Hammond B-3 organ were all over songs from local bands such as Superkid and Bandung-based outfit Giant Step.

Even the self-appointed king of dangdut music, Rhoma Irama, heavily borrowed from Blackmore's guitar sound.

Indonesian musicians were not only influenced musically by the English acts.

A Surabaya-based band A.K.A had a vocalist who could match Sabbath lead singer Ozzy Osbourne only in his self-destructive stage antics.

Although falling short of biting a live bat's head off on stage, A.K.A vocalist Ucok Harahap practiced voodoo-like rituals on stage and won a cult following for his efforts.


The influence of seminal bands from the 1980s British pop scene, the likes of Joy Division, My Bloody Valentine, Stone Roses and The Smiths, was so strong that it still resonates in the mid 1990s and until recently.

Image Hosting by Picoodle.com

Image Hosting by Picoodle.com

In the mid 1990s, a vibrant music scene in Bandung gave birth to bands such as Pure Saturday, Kubik and Cherry Bombshell who owed their jangly sound to the British acts.


Photobucket

Bands to come out of Bandung music scene were a national phenomenon when they scored hits and sold thousands of records.

These days, a lively indie music scene in Jakarta and other cities in the country were still susceptible to Brit-pop influences.

Cashing in on the thriving indie-scene in the capital, earlier this year independent label Aksara Records released JKT:SKRG, a compilation of songs from Brit-pop inspired indie-bands.

More than forty years after its first invasion, Brit-pop is still alive and kicking.


by

M. Taufiqurrahman

Tuesday 25 November 2008

Go..Indie...Go!!!

Pergerakan musik indie sekarang ini sungguh sngat mngagumkan. blum hilang dr ingatan saya saat mengetahui bahwa the S.I.G.I.T akan tur ke Australia, White Shoes & the Couples Company tur Keliling Amerika Serikat, Mocca ke Jepang n Korea, Santa Monica ke Thailand. Itu membuktikan kapasitas band indie Indonesia yg diakui oleh dunia internasional. kdg saya b'pkir, knapa band2 tsb bs melangkah jauh melebihi band2 major label yg punya jaringan luas.

musikalitas yg beda mngkin adlah slh satu jwbannya, band2 indie menawarkan musik yg beda, fresh, dan unik. berbeda dgn band2 major label yg pada umumnya mengutamakan sistem " yg penting cpet laku n t'kenal ". sp yg slh dlm musikalitas di major label?apakah pihak major label dan band2 nya yg bajingan, ataukah kuping org indonesia yg pasaran dan hanya mau lagu yg melankonis2?

Indie, adlh slh satu cara yg diambil oleh org2 yg kreatif dan imajiner untuk menunjukan musik mrk. mendobrak pakem musk indonesia yg pasaran dgn menyuguhkan lagu2 yg ajaib, unik, fresh, dan menakjubkan. Apakah anda ingat dngan fenomena the upstairs yg membuat pemuda/i di jkt dan kota besar lainnya terkena virus "modern darling" ?, musik mereka yg unik membuat para pemuda/i jatuh cinta, dan akhirnya mereka ditarik oleh sebuah label besar di Indonesia. namun apa yg terjadi? saya agak kecewa dgn musik mrk di label besar tersebut, sungguh bkn tipikal the upstairs menciptakan lagu2 sprti itu. apakah the upstairs yg sengaja melakukannya?atau kah label besar busuk tsb yg mengharuskan the upstairs membuat musik sperti itu?. ada juga SORE, band indie asal jkt yg masuk ke dalam "daftar band asia yg harus didengar" oleh sebuah majalah internasional. anda lihat, bkn band sperti K.....n band, U....u,R....a,D...19,atau apalah band2 pasaran itu pny nama, yg masuk dlm list tsb. Anda lihat?siapakah yg diakui?HAHAHA!!!

apakah anda percaya, jika suatu saat band indie dan major indonesia main di dua panggung berbeda,namun dalam event musik internasional yg sama main berbarengan, yg akan di nikmati,diapresiasi,dan disambut justru band2 indie, bkn band major?ya...saya adalah salah satu org sgt mempercayai hal tsb...

Monday 24 November 2008

slowdive




















Slowdive was a shoegazing band formed in 1989, lasting until 1995. The band was formed in Reading, Berkshire, England and soon signed to Creation Records in the UK. The band consisted of Neil Halstead (vocals/guitar), Rachel Goswell (vocals/guitar), Nick Chaplin (bass), Christian Savill (guitar), Adrian Sell (drums, 1989), Simon Scott (drums, 1990 until early 1994) and Ian McCutcheon (drums, 1994 onwards). Goswell and Halstead had known each other since early childhood in Reading, Berkshire, when Goswell was an obsessive fan of The Smiths. When Savill and Chaplin left the band after the release of Pygmalion, the remaining members renamed the band Mojave 3.

The band claims it did not take its name from the Siouxsie & The Banshees song "Slowdive," but rather from a dream that bassist Chaplin had. Initial demos were released as the Slowdive EP in late 1990; the band's dreamlike sound was influenced by the Cocteau Twins and Creation labelmates My Bloody Valentine, featuring heavy use of guitar effects and subdued vocals. Reviews in Melody Maker and the NME were enthusiastic, and two further well-regarded EPs followed in 1991. Debut album Just For a Day was written and recorded in six weeks, and reached the UK top forty. It also received some play on alternative and college radio stations in the U.S., such as WHFS.

The UK music press had started to pick up on the exploding American grunge scene, and the more introspective sounds of Slowdive, labelmates Ride, Chapterhouse, and other "shoegazing" bands, had fallen from critical favor. American label SBK Records pushed back the release of the album after a disastrous viral marketing campaign (involving vandalism of a public statue)[2]. In early 1992 the band toured the U.S. with Ride (the two bands released a split tour 7"), and returned to the UK to record a second album.

The following album, Souvlaki, is the band's most popular and well-received record, and has been regarded by several websites as one of the best albums from the shoegazing movement[3][4][5]. Two songs featured contributions from Brian Eno, "Souvlaki Space Station" was influenced by dub reggae[6] tracks such as "Dagger" and "Here She Comes" were indications of the country-rock direction Halstead and Goswell would take a few years later. Several songs, such as "When the Sun Hits" and "Alison," continued the style of the first album. Initial copies of the UK version came with Blue Day, a compilation of most of the early EP tracks which was originally released as a separate album in Japan and some European countries. Later in the year the band released 5EP, four songs which showed the influence of ambient techno - the lead track "In Mind" was remixed by Bandulu and Reload (both then signed to Creation's dance label).

As with the first album, SBK delayed release, and the band found themselves touring the USA in the summer of 1993, supporting Catherine Wheel, with no new product to promote. The U.S. version of Souvlaki was eventually released in February 1994, and included a cover of "Some Velvet Morning" (originally recorded for the Volume 7 compilation) and three of the tracks from 5EP. When Slowdive was finally able to tour America to support the second album, SBK withdrew funding halfway through; two further tours that year were entirely funded by the band. SBK supposedly gave promotional trinkets to members of Slowdive's street team who posted the most gig flyers on telephone poles (each of which, of course, required photographic proof, in the days before digital cameras); this was because SBK refused to post said flyers themselves.

Drummer Simon Scott left amidst creative differences in 1994 and went on to become a session drummer including a brief stint in Chapterhouse. In 2004 he formed Televise taking the ambient shoegaze sound and pushing it into electronic fields similar to Fennesz. He was, however, replaced on drums by Ian McCutcheon. By the recording of their final album, Pygmalion, Halstead had moved Slowdive away from the dreamy guitar sound and warm yet solemn tone of earlier Slowdive to a newer, more acoustic minimalist extreme, similar to heavily-ambient bands such as Seefeel, A R Kane, and Labradford.

Slowdive was dropped by Creation a week after the release of Pygmalion (as were Swervedriver not long after); Halstead had been warned before the recording of the album that the relationship with the label would end unless Slowdive delivered a "pop album."A legend arose that the band was dropped due to the Gallagher brothers refusing to sign Oasis to Creation if Slowdive and their counterparts remained on the label's roster, although Oasis had in fact released their debut single almost a year before Pygmalion.

Shortly after being dropped by Creation, Halstead, Goswell and McCutcheon recorded an album of country-influenced songs, and were signed to label 4AD, changing the band name to Mojave 3 to reflect the new musical direction. This group is still active.

In 2004, Scott (once the drummer of Cambridge band The Charlottes) formed Televise, a group which has an ambient electronic focus and in 2007 Morr Music signed his new band Seavault which was formed with Antony Ryan from Isan.

Savill went on to form Monster Movie, a dream pop group that has maintained much of the older Slowdive style. They have released four albums and an EP to date. Pre-Slowdive, Savill was in a band called Eternal, which also included Monster Movie member Sean Hewson.

Halstead and Goswell have both released solo albums on 4AD.

Following 2004's Catch the Breeze compilation, all of Slowdive's albums were reissued in 2005. Just for a Day included a bonus disc with all tracks from the first three EPs, and the three songs recorded for a John Peel session on 26 March 1991. Souvlaki included a bonus disc with all the remaining EP tracks, and "Some Velvet Morning." Pygmalion, which had become a collector's item in the years since its release, never having been issued in the U.S., contained no extra material.

Italian dream-pop-based magazine Losing Today was named after an early Slowdive b-side.

An electronica-themed tribute album to Slowdive was released in 2002 on Morr Music (now home of ex drummer Simon Scott`s new band Seavault, entitled Blue Skied an' Clear.

"Dagger" was covered in 1998 by The Hope Blister (featuring guest vocals by Halstead). "When the Sun Hits" was covered in 1997 by Dutch band The Gathering.

Writer/Director Dustin Lane has called his 1st short film "Blue Skied an' Clear" after the track of the same name on Pygmalion.

Director Gregg Araki is a huge Slowdive fan, using their music in many of his films. "Avalyn II" is played during the opening credits of the film Nowhere. "Blue Skied an' Clear" is played during the closing credits of The Doom Generation. "Alison" is used in The Doom Generation. "Golden Hair" is played during the opening credits of Mysterious Skin. "Dagger" and "Catch the Breeze" are used in the film Mysterious Skin. In the movie Mysterious Skin, the character of Avalyn Freisen, played by Mary-Lynn Rajskub, is named after a rare Slowdive song. Splendor includes the song "Shine".

Discography

Albums

EP's

Singles

Compilations

Bootlegs

  • 1991 Reading University, Reading (UK)
  • 1991 Marquee - Band Explosion (UK)
  • 1992 Cabaret Metro, Chicago (US) (with Ride)
  • 1992 Cabaret Metro, Chicago (US) (with Catherine Wheel)
  • 1993 Sentrum Scene, Oslo (Norway) (with Cranes)
  • 1994 The Roxy, Los Angeles (US) (with Rosemarys)
  • 1994 Cabaret Metro, Chicago (US)
  • 1994 Live in Toronto (Canada)

Blue Day was available in the UK with the initial 1000 copies of "Souvlaki" in a limited double cd edition ('brilliant box') as well, with the catalog number CRECD 139x.[7].

Unofficial Releases

During the 'Souvlaki' tour, Slowdive released a live tape of a performance in Centrum, Oslo in 1993. This was made available to those attending live performances and to the Slowdive fan club[7].

Christian Savill mailed some demo material to a few fans in 2000, most later spread online and on P2P networks. The 'Souvlaki' era demos have appeared in an unofficial release under the title of 'I Saw The Sun' that contains 21 tracks[8]. In actuality, including all variations (some demos have up to three different mixes or recordings), over 33 demos exist from the Souvlaki era, over ten of which were not given out by Christian. The Pygmalion era demos number 14, and can be found in an unofficial release titled 'Pygmalion Demos' that is missing two tracks (facto and cargo (vox)), as these were also not widely given out by Christian, and as a result are rather obscure today.

A soundtrack for the film I'm The Elephant, U Are The Mouse (Forest Wise, 1999) is also unreleased and contains 18 tracks[9]. In October 2004, the director Forest Wise was alleged to be in talks with Halstead to release this soundtrack.[10]

Music videos

Music videos were released for: "Shine" (featuring interpretive dance moves by Goswell), "Morningrise," "Ballad Of Sister Sue," "Catch The Breeze," and "Alison." A promotional VHS tape called Catch The Breeze was released in Sept. 1991, featuring snippets from the band's videos, as well as interview segments.

Soundtrack appearances


the milo





















The Milo adalah grup musik asal Bandung, Indonesia yang personilnya terdiri dari rekrutan dari grup musik asal Bandung lainnya seperti Cherry Bombshell dan La Luna.

Sebelumnya, para personel the milo berasal dari band-band hardcore. Lagu-lagu mereka cenderung galau, walaupun sebenernya dasar musik mereka adalah pop. Sekilas, lagu-lagu the milo terasa seperti sebuah atmosfer yang tenang, seperti merasa sendirian di tengah-tengah hutan yang luas (Sangat sesuai dengan sampul album, poster & selebaran mereka yang selalu bernuansa seperti itu). Alunan-alunan lagu the milo penuh dengan kegalauan yang membuat pendengarnya melamun, bermimpi atau mengingat kenangan masa lampau.

Nama the milo berasal dari nama anjing peliharaan Mickey Mouse yang bernama "milo". Ajie (vokalis & gitaris sekaligus pemimpin the milo) senang sekali menonton film kartun, dan pada suatu saat ia menonton film kartun di mana ada anjing bernama "milo". Ia berpikir bahwa nama "milo" sangat bagus untuk dijadikan nama band, sekaligus mudah diingat. Jadi, the milo itu tidak ada sangkut-pautnya dengan salah satu merek susu, walaupun banyak orang yang beranggapan begitu. The milo terbentuk sekitar tahun 1996. The milo pada awalnya merupakan side project, di mana para personil the milo masing-masing sudah memiliki band sendiri. Kemudian, side project ini malah menjadi sesuatu yang serius bagi personel the milo.

The milo megeluarkan single berisi tiga lagu di bawah Flatspills Records yang berjudul "Romantic Purple" dan album penuh berjudul Let Me Begin di bawah M4AI records. Selain itu, the milo juga telah memproduksi beberapa video klip independen, antara lain Malaikat, Romantic Purple, Yin's Evolving, Dunia Semu (feat. Rock 'n Roll Mafia) dan Lolita. Video klip Malaikat dari the milo termasuk video klip yang mengalami high rotation untuk kriteria video klip indie di MTV Indonesia.

The milo juga mengisi lagu berjudul Broke di album kompilasi "delicatessen" keluaran poptastic! records yang juga diisi oleh band-band lain seperti mocca, the upstairs, blossom diary, dan lain-lain. Pengaruh mereka datang dari band-band shoegaze or dreampop seperti My Bloody Valentine, Cocteau Twins dan Slowdive. Sepertinya the milo ingin menghidupkan musik shoegaze di Indonesia yang memang masih jarang pengusungnya.

Album pertama mereka, Let Me Begin dirilis di Bandung pada bulan April 2003. Launching album Let Me Begin sendiri diadakan pada tanggal 8 Juni 2003. Pada akhir tahun 2003, album repackaged dirilis dengan bonus tambahan lagu "dunia semu" hasil remix Rock 'n Roll mafia dan sebuah lagu berjudul Finally Home.

The milo berkolaborasi dengan beberapa artis Bandung, seperti misalnya Alexandra (vokalis sieve) menyumbang suara dan lirik untuk lagu "yin's evolving" dan "sianida". Selain itu Alvin (vokalis harapan jaya & teenage death star) juga mengisi vokal pada lagu "broke"

Personil

Diskografi

Single

Album

Album kompilasi


Mocca in Korea








Pergerakan musik indie di Indonesia telah melewati batas yg selama ini mengungkung,yakni 'go internasional', berbeda sekali dgn band2 yg dinaungi label major yg busuk. Musik yg dihasilkan oleh label major hanyalah musik yg skedar mengikuti tren sprti lagu yg mendayu dayu,melankonis dan cengeng. Berbeda sekali dgn band2 indie yg brani membuat gebrakan dgn memainkan musik yg unik,dan diluar kebiasaan,tidak sprti band2 yg berada dalam jalur label. Salah satunya adalah Mocca, band asal bandung ini telah memiliki penggemar sendiri di dunia musik internasional. Beberapa albumnya telah diliris oleh label2 indie yg ada di jepang,spanyol dan swedia. bahkan sudah berkolaborasi dengan band2 indie bertaraf internasional seprti, Edson. Berikut adalah " diary " yg ditulis oleh Mocca selama konser di Korea sperti yg saya ambil di deathrockstar.info

REPORTASE TUR MOCCA DI KOREA
ditulis oleh Mocca

Setelah menyelesaikan tour Malaysia-nya bulan agustus 2008 lalu, Mocca kembali memperoleh kesempatan untuk tampil kembali di hadapan publik mancanegara tepatnya ke negeri ginseng Korea dalam sebuah acara musik tahunan bernama: “Grand Mint Festival” dan juga dua konser lanjutan di televisi nasional EBS korea.

Walaupun berbeda urutannya dengan di tanah air, sudah tiga album plus satu mini album telah dirilis di Negara ini lewat sebuah label independen korea bernama Beatball records. Album pertama mocca yang dikenal oleh publik korea adalah Friends, setahun kemudian baru disusul oleh My Diary, mini album Untuk Rena dan Colours.


Petulangan mocca kali ini dimulai sejak 17 Oktober 2008 siang hari dari kota Bandung dan dilanjutkan terbang dengan pesawat dari bandara Soekarno Hatta pada pukul 19.45. Akhirnya setelah kurang lebih 12 jam, rombongan tiba di Incheon Airport, Seoul - Korea Selatan pada tanggal 18 oktober 2008 pukul 8.40 di pagi hari. Setelah dipuaskan dengan sedikit berjalan-jalan dan istirahat sejenak, pada pukul delapan malam kami mengujungi sebuah studio musik untuk berlatih dengan Duoplayer, duet pemain cello dan violin yang akan berkolaborasi pada pertunjukan esok hari. Latihan berjalan lancar tanpa hambatan yang berarti, walaupun untuk mempermudah komunikasi kami didampingi oleh seorang penerjemah dari pihak Beatball Record.

19 Oktober 2008

Hari Minggu tanggal 19 Oktober kami telah bersiap sejak pukul 12 siang untuk makan siang dan menuju ke venue. Sekitar pukul 14.30 waktu setempat kami tiba di Olympic Park Stadium Korea tempat acara Grand Mint festival (GMF) berlangsung. Setelah beristirahat sejenak dekat area Mint Breeze stage, kami bergerak menuju Loving Forest Garden yang merupakan panggung pertunjukan nanti. Sangat berbeda dengan area Mint Breeze yang mirip dengan format panggung soundrenalin, Loving forest garden tampak tidak terlalu besar, namun memiliki pemandangan sangat luar biasa indah. Bagian belakang panggung adalah danau ber-airmancur dikelilingi pepohonan dengan daun merah-kuning khas musik gugur serta posisi duduk penonton layaknya amphitheater benar-benar membuat kami berdecak kagum dan tak henti-hentinya memproduksi beberapa foto narsis di sekitar area, hahahaha!

Setelah penampilan band lokal “Sweater”, tepat pada pukul 16.00 kami dipersilahkan untuk melakukan check line serta check sound sejenak. Pada saat berjalan menuju ke area pentas kami dibuat terharu oleh para penonton yang menyambut dengan riuh berteriak dan bertepuk tangan (ya ampun.. padahal baru mau mulai check sound doang lho..hahahaha!). Setelah check sound sangat singkat, kami kembali ke area belakang panggung kurang lebih 10 menit.

Tepat pada pukul 16.30 kami mulai mengambil posisi masing-masing di area stage. Arina paling terakhir menempati posisi, menyapa penonton dengan: “Annyonghaseyo!” yang langsung mendapat sambutan meriah. Tiupan flute pada intro lagu I think Im in love membuka konser mocca di GMF pada sore hari itu. Pada lagu kedua, This Cnversation, para penonton sontak bertepuk tangan saat Toma sang bassis melantunkan suaranya.

Setelah itu Arina kembali menyapa penonton dengan beberapa kalimat berbahasa korea yang baru dipelajarinya kurang lebih 2 jam menjelang pentas.. “Yorobun Chegoyeyo!” (artinya: You guys are great!/Kalian hebaaat!). Intro My Only One pun kembali menghangatkan suasana diikuti oleh I remember. Tiba-tiba penonton riuh berteriak-teriak, bahkan beberapa dari mereka sampai berdiri sejenak sambil berpose mengacungkan tanda dua jari sambil tertawa-tawa geli. Ternyata dari belakang, Indra sang drummer sibuk memotret dirinya sendiri dan tak lupa membidikan kameranya ke arah para penonton. Setelah lagu tersebut selesai tepuk tangan penonton sangat panjang dan meriah membuat kami sangat terharu dan merinding dibuatnya.


Pada lagu “Do What You Wanna Do” public pun didiaulat untuk bernyanyi bersama disambung dengan perkenalan para personil. Setelah berdansa dengan 3 orang penonton terpilih di lagu “Swing It, Bob”, “Its over now” mengajak penonton untuk cooling down sejenak. “I Cant Believe Youve Cheated on Mme” dari album Colours menutup penampilan Mocca pada malam hari itu, penonton pun secara serentak berdiri dan bertepuk tangan sepanjang lagu.

Kurang lebih 700 orang memadati venue tampak sangat terhibur oleh penampilan kami. Mereka tidak henti-hentinya bertepuk tangan serta ikut berkomat-kamit mengikuti lirik-lirik lagu mocca yang sebagian besar tampaknya tidak asing lagi di telinga mereka. Berkat kerja keras dari pihak Beatball Record, banyak lagu-lagu Mocca yang dipergunakan sebagai backsound/soundtrack beberapa produk ternama Korea yang ditayangkan di berbagai TV nasional maupun kabel, diantaranya I Remember, Happy, The Best Thing, Me and My Boyfriend, Sing dan menyusul pula Buddy Zeus.

Setelah pentas kami beristirahat sejenak, kemudian kami melakukan pentas yang diliput oleh Mnet (sebuah saluran televise kabel Korea khusus untuk musik ) “Street Sound Take 1” dengan format akustik yang sangat minimalis (baca:ngamen!) di pinggir stand area Mint Breeze stage. Pentas kali itu sangat unik, karena Toma sang bassis sempat menghilang beberapa menit membuat kami bertiga harus menunggu. Tiba-tiba seorang perempuan Irlandia lengkap dengan alat music bodhran menghampiri kami dan ikut bergabung. Akhirnya kami sempat pentas singkat dengan beliau kurang lebih dua lagu dan tanpa disadari kami telah dikelilingi oleh banyak orang.

Tak lama kemudian Toma muncul lalu kami menyelesaikan pentas singkat tersebut setelah membawakan 3 buah lagu diantaranya I Remember, The Best Thing, dan Me and My Boyfriend. Acara hari itu ditutup dengan sesi tandatangan berlangsung di sebuah booth khusus bagi kami. Sisa antrian yang sangat panjangpun itu terpaksa dikecawakan karena setelah 30 menit sesi ditutup dan kami harus beristirahat dan kembali melanjutkan aktifitas esok.

20 Oktober 2008

Setelah kunjungan singkat ke kantor Beatball Record kami bergerak menuju EBS. Check sound berlangsung selama kurang lebih satu jam, dan kami memulai pentas tepat pada pukul 19.30. Antusiasme penonton malam itu sangat mencengangkan. Kami tampil dihadapan kurang lebih 100 orang penonton yang telah diseleksi oleh pihak EBS sebelumnya dalam sebuah studio tertutup. Kami membawakan kurang lebih 10 lagu dan tambahan 2 buah lagu encore.

21 Oktober 2008

Rutinitas hari ini pun tidak terlalu berbeda dengan kemarin. Namun sebelum menuju EBS kami sempat berjalan-jalan ke sebuah taman untuk menikmati suasana musim gugur yang indah. Setelah checksound kami pun mulai mempersiapkan diri untuk make up dll, karena hari ini pertunjukan akan mulai direkam untuk kepentingan broadcast EBS.

Penonton hari ini berjumlah kurang lebih 115 orang, bahkan beberapa dari mereka rela untuk duduk di tangga. Pentas hari ini dilengkapi oleh seorang translator yang menerjemahkan hampir setiap kalimat yang diucapkan oleh Arina pada saat berkomunikasi dengan penonton. Setelah 12 lagu kami pun memberi penghormatan terakhir. Benar-benar hari yang luar biasa!

22 Oktober 2008

Hari bebas—isinya hanya jalan2 aja ke mall, awalnya rombongan akan mengunjungi salah satu tempat wisata tradisional di Korea, tapi karena hujan turun sepanjang hari, akhirnya terpaksa dibatalkan.

23 Oktober 2008

Pada pukul 8.30 pagi kami meninggalkan hotel untuk menuju ke Incheon airport dan menuju tanah air pada pukul 11 siang.

Kami akan selalu mengenang Korea dan yakin akan kembali kesana tahun depan..hahahaha!! Betul2 pengalaman yang tak terlupakan.. Chong mal Kamsahamneeda!!

For your info, ini song list waktu di GMF:

1. I Think Im in Love (04:34)

2. This Conversation (03:07)

3..My Only One (03:14)

4. I Remember (02:30)

5. The Best Thing (03:12)

6. How Wonderful Life Would Be (03:38)

7. Secret Admirer (03:04)

8. Do What You Wanna Do (03:20)

9. Me & My Boyfriend (03:33)

10. Happy –with duo player– (02:05)

11. I Will (03:03)

12. Swing It, Bob (03:19)

13. Its over now (3:35)

14. I cant believe youve cheated on me (03:56)